PURWOREJO, purworejosport.com, Dicoretnya salah satu atlet balap sepeda yang telah mengikuti training center (TC) untuk pelaksanaan Popda Provinsi menimbulkan protes baik oleh pelatih maupun pihak sekolah melalui guru olah raga. Siswa dimaksud yakni Muhammad Azam Chairul Muna (Azam) siswa SMPN 18 yang dilatih oleh Martin Namara selama TC berlangsung.
Kepada Purworejo Sport, Martin yang merupakan mantan atlet balap sepeda menjelaskan kronologi peristiwa yang menimpa Azam sehingga dianggap merugikan banyak pihak termasuk psikologis atlet.
Menurutnya, saat technical meeting disampaikan bahwa cabor balap sepeda Popda Kabupaten diikuti 15 peserta yakni 10 putra dan 5 putri SMP dan SMA kategori Road Bike (RB) dan Mountain Biking (MTB).
Setelah diadakan lomba pada tanggal 25 Februari hasilnya di kelas MTB Pandu dan Azam menjadi juara 1 dan 2 SMP. Adapun di kategori RB putra SMA yang hanya diikuti dua peserta juaranya Wildan Dzikri Mahuja (Wildan) dan Hafizh Aguero Geza (Hafizh). Sedangkan kategori MTB SMA hanya diikuti satu peserta yakni M. Aulia Riky Nugroho (Riky).
Pada kategori RB SMP putra ada tiga peserta dan tiga juara yakni Afra Zaidan Manar (Afra), Risang Nara Rendra (Risang), dan Fito Lukman Hakim (Fito).
“Dari hasil Popda tersebut dilakukan TC kepada enam atlet untuk diambil lima orang sesuai dengan kuota,” kata Martin saat ditemui di Kantor Dinporapar pada Kamis (15/6). Dari delapan juara Popda, menurut Martin, dua diantaranya mengundurkan diri dari TC, yakni Fito dan Hafidz.
“Hafizh yang juara 2 dari awal memang mengundurkan diri karena tidak punya sepeda sendiri. Sedangkan Fito memang tidak diambil karena juara 3,” jelas Martin. Akhirnya enam atlet ikut TC yakni Wildan, Riky, Pandu, Azam, Afra, dan Risang.
Martin menyebutkan, salah satu materi penilaian TC yakni hasil dari perlombaan balap sepeda di Semarang. Dalam lomba tersebut empat atlet berhasil masuk finish, yakni Azam, Riky, Risang, dan Afra. Sedang Wildan dan Pandu yang sama-sama Juara 1 pada Popda Kabupaten malah gagal mencapai finish.
Hasil dari kejuaraan tersebut kemudian menjadi salah satu poin pertimbangan Martin untuk menentukan lima atlet yang akan diikutsertakan pada Popda Provinsi bulan Juni ini. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia mengeliminasi Wildan.
“Banyak pertimbangannya, selain karena hasil lomba serta tidak disiplin saat latihan, secara etika Wildan saya nilai tidak baik. Ini bukan faktor like and dislike, tapi murni obyektif,” jelas Martin.
Hasil tersebut disampaikan secara tertulis kepada Kadin Porapar melalui sekretariat. Namun Maryin tidak mengira kalau hasil tersebut menimbulkan polemik dan bahkan protes dari orang tua Wildan. “Ramai itu di grup ISSI,” imbuh Martin.
Untuk itu Martin dipanggil oleh Kadin Porapar Stephanus Aan Isa Nugroho (Aan) mpada tanggal 11 Juni lalu untuk menjelaskan alasan dicoretnya Wildan dari TC. Ia pun kembali menunjukkan hasil TC dan evaluasi dengan berbagai pertimbangan.
Bahkan Martin dipertemukan dengan orang tua Wildan yang masih tetap tidak terima anaknya dicoret dari TC. Akhirnya Martin kembali dipanggil oleh Aan pada tanggal 7 Juni yang menyatakan bahwa keputusan atlet yang berangkat ke Popda Provinsi berdasarkan khitah Popda sejak awal.
Itupun hanya juara pada Kategori RB setiap kategori baik SMP maupun SMA tanpa mengikutsertakan atlet kategori MTB. Akhirnya diputuskan bahwa lima peserta yang berangkat ke Popda yakni Wildan, Hafizh (yang semula mengundurkan diri), Afra, Risang, dan Vito yang menjadi Juara 3 Kategori RB SMP putra.
Kekecewaan Martin memuncak karena hanya atlet kategori RB saja yang diikutsertakan dan tertuang dalam SK daftar atlet peserta Popda Provinsi. Padahal pada kategori tersebut, terutama yang SMA tidak memenuhi kuota karena hanya dua peserta.
“Katanya sportif menuju prestasi. Ini malah sportivitas menuju komunitas.Tau gitu ya sudah tidak usah ada TC, langsung saja diambil pemenang dari RB semua!” tukas Martin kesal.
Dirinya menyayangkan pihak Dinporapar yang menurutnya tidak mendalami juknis yang sudah dari awal dibuat terkait kategori lomba yakni RB dan MTB untuk SMP dan SMA. Dalam juknis antara lain disebutkan kriteria lomba yakni kriteria SMP dan SMA untuk RB dan MTB.
“Ini baru pertama kali terjadi. Mudah-mudahan ke depannya nanti tidak terulang dan tetap menjunjung sportivitas,” tandas Martin yang datang menemui Aan pada Kamis lalu untuk meminta krarifikasi, namun gagal karena sedang berada di luar.
Terkait protes panpel perlombaan balap sepeda Popda Martin Namara yang ditujukan kepadanya, Aan secara tertulis menyampaikan beberapa hal. Pertama, sebelum proses pemberkasan Popda tingkat provinsi, Dinporapar melakukan validasi dan klarifikasi kembali di masing-masing cabor.
“Ditemukan ketidaksinkronan hasil Popda kabupaten dengan nama-nama yang diajukan panpel ke Popda provinsi. Kebetulan dikuatkan dengan aduan dari salah satu atlet juara 1 Popda kabupaten yang namanya tidak masuk ke tingkat provinsi,” tulis Aan.
Selanjutnya diadakan rapat validasi dan klarifikasi kepada panpel cabor balap sepeda dan pengurus ISSI. Dinyatakan bahwa ada tiga nama yang diusulkan ke Popda provinsi tetapi tidak sesuai dengab hasil juara Popda kabupaten.
Atas temuan tersebut dan untuk melindungi hak atlet yang telah berproses dari Popda tingkat kabupaten, maka disepakati untuk disesuaikan dengan hasil popda kabupaten. Menurutnya hal tersebut juga sudah dikonsultasikan ke dinas Porapar provinsi.
Aan menyebutkan, Dinas Porapar tentunya sangat menyayangkan ada ketidakcermatan panpel dalam proses ini. “Saya atas nama penanggungjawab Popda meminta maaf atas kejadian ini. Akan menjadi catatan bagi kami ke depannya memberikan kontrol yang lebih lagi kepada masing-masing panpel yang sudah ditunjuk”.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya akan mengundang sekolah dan tiga atlet yang namanya dicoret kareba memang tidak sesuai dengan hasil Popda Kabupaten untuk menjadi permakluman dan menghargai proses seleksi popda secara berjenjang. (Yud)